Bandara Soekarno Hatta
16
Juni 2007
Banyak orang yang
berlalu lalang sambil membawa koper dan segala barangnya di terminal 2 itu.
Seperti dikejar oleh sesuatu. Memang,
dikejar waktu lebih tepatnya. Setiap saat televisi yang menampilkan jadwal penerbangan
pesawat selalu berubah. Delay, boarding, landing, dan segala macamnya. Tidak
terkecuali dengan sekelompok keluarga yang berada di sudut salah satu ruang di
tempat itu. Satu pria berusia 40an tahun yang sedaritadi melihat jam. Dua
wanita yang hampir sama usianya dengan pria tersebut sedang melakukan
kegiatannya masing-masing. Salah satu wanita merapikan beberapa barang untuk
dibawa dan wanita yang satu lagi sedang menjaga putrinya yang berusia 11 tahun
duduk disampingnya. Ada anak laki-laki juga yang sedaritadi memainkan
handphonenya. Seperti menanti kabar dari seseorang.
“ini sudah jam sembilan lewat. Keberangkatan kita
jam 12. Lebih baik kita segera check in,” akhirnya pria itu memecahkan suasana
sepi diantara mereka.
“pa, tunggu Dinar datang dulu. Aku ingin mengucapkan
selamat tinggal sebelum pergi,” kata Marsha, yang selalu memegang tangan
Mamanya dan duduk disampingnya.
“kamu nanti bisa menghubungi dia lewat e-mail
sesampai di L.A.,” bujuk Papa
Marsha
langsung melihat ke wajah Mama yang mulai terlihat sedih karena akan melepas
putri satu-satunya ini.
“Ma, memangnya aku harus pergi ke Amerika? Kan aku
bisa tinggal di Jakarta sama Mama,” tanya Marsha kepada Mamanya dan mulai
memasang wajah kesal. Kesal karena dari awal tidak ingin pergi dari kota ini,
jauh dari Mama, jauh dari teman-temannya dan jauh dari Dinar yang sudah dianggap kakak baginya.
Walaupun
sedih, Mama berusaha terlihat tegar didepan Marsha. Dia meraup semua pipi
Marsha dan berbicara selembut mungkin.
“Marsha, dari dulu kan kamu mau sekolah di Amerika,
jadi model dan artis terkenal disana. Kalau kamu masih di Jakarta, bakat kamu
tidak akan tereksplore dengan luas. Kamu harus banyak belajar disana”
“tapi kenapa enggak sama Mama perginya? Kenapa sama
temen Papa yang enggak aku kenal?,” pertanyaan bertubi-tubi mengalir begitu
saja dari mulut Marsha. “kenapa semua ini terjadi Ma? Papa punya istri lagi,
dan ternyata kita jadi kedua Ma,” air mata Marsha sudah mulai mengalir walau
hanya sedikit. Marsha masih berusaha buat menahan air matanya turun lagi. “buat
apa aku ikut Papa kalau aku hanya menjadi yang kedua diantara keluarga mereka?”
Sunyi,
mereka semua terdiam dengan pertanyaan Marsha. Papa bahkan terdiam dan memijat
kepalanya yang sekarang pusing dengan keadaannya sekarang. Susan, istri pertama
Papa, yang tadi sempat membereskan barang bawaannya sekarang terdiam
memperhatikan keluarga kedua suaminya itu. Perasaannya saat ini juga campur
aduk, antara sedih atau senang. Menyadari ternyata suaminya tidak seutuhnya
dimiliki oleh dirinya sendiri.
“Enough please-,” Leo, anak laki-laki Susan,
akhirnya memecahkan kesunyian itu. Dia menghampiri Marsha yang tertunduk dan
menahan amaranya. Leo memegangi tangan Marsha yang membuat Marsha mengangkat
kepalanya dan melihat wajah Leo didepannya.
“bukan kamu saja yang sakit Sha, aku juga sakit. Mom
juga sakit. Seharusnya bisa saja aku memukul wajah Dad karena sudah membuat
keluarga ini hancur,” Papa terbelalak mendengar perkataan anak laki-laki semata
wayangnya itu. “bodohnya Mom masih sabar menghadapi semua peristiwa ini. So,
biarin saja kalau memang nanti Dad gak peduli sama kamu atau apalah itu. Aku
akan berusaha menjadi kakak yang perhatian buat kamu”
Marsha
terdiam mendengar perkataan laki-laki berusia 16 tahun yang baru saja resmi
menjadi kakak angkatnya seminggu yang lalu. Leo berusaha untuk tersenyum walaupun
kenyataan masih sedikit mengguncangi kehidupannya, begitu juga Marsha. Akhirnya
dia menyembangkan senyum manisnya dan melihat Mama yang berada disampingnya. Air
muka Mama yang awalnya khawatir menjadi tenang dengan mendengar perkataan Leo.
“Jagain Marsha ya,” itulah pesan Mama kepada Leo.
“Tenang aja tante, pasti saya jaga Marsha. Dia satu-satunya
adik perempuan saya”
Tiba-tiba
dari kejauhan, terdengar suara yang memanggil nama Mama. Mama menoleh, begitu
juga Marsha. Leo juga melihat kearah suara itu berasal. Terlihat sepasang suami
istri beserta anak laki-laki yang menghampiri mereka. Senyum Marsha semakin
lebar melihat sosok yang ditunggunya sedaritadi datang dengan wajah tersenyum
lebar.
“Dinar!”
****************
Jam sudah menunjukkan
pukul 10:30. Keadaan sedikit mencair dengan kedatangannya keluarga Nugraha yang
sengaja datang ke bandara untuk melepas kepergian Marsha ke L.A. Anggun, wanita
seusia Mama adalah teman baik Mama sejak dibangku SMA. Dia rela mengambil jam
istirahat kantornya untuk mengantarkan Dinar bertemu dengan Marsha untuk
terakhir kali sebelum Marsha pergi. Degan juga ingin bertemu dengan Papa,
sahabat-seperjuangan-semenjak-SMA-nya itu. Walaupun tahu perbuatan apa yang
sudah dilakukan oleh Papa, Degan tetap menganggapnya sahabat dan siap menjadi
pendengar dan pemberi solusi yang baik untuk Papa.
Persahabatan antar
orangtua itu pun juga menurun kepada anak-anak mereka. Dinar memberikan sebuah
kotak merah berpita merah marun kepada Marsha.
“hadiah lagi?,” tanya Marsha sambil mengangkat
alisnya dan melihat Dinar.
“kali ini hadiah kenangan aja. Kamu harus terima,” jawab
Dinar dengan sedikit penekanan pada kata ‘harus’.
“kamu selalu menyuruh aku untuk menerima apa yang
kamu kasih,” kata Marsha sambil mengguncangkan kotak itu. Kotak itu
mengeluarkan sedikit suara gemericik seperti bel bola natal. “isinya apa?”
“buka aja Sha,” suruh Dinar dengan sedikit terkekeh.
Marsha
membuka perlahan kotak merah itu, lalu mendapatkan sebuah gelang dengan ornamen
hati berlubang kunci dan hiasan bel yang mengeluarkan suara gemericik.
“Dinar, kamu kurang so sweet apa lagi sih?,” kata
Marsha dan tangannya langsung meraih gelang itu dari kotak tersebut.
“sini aku pakein,” Dinar langsung meraih gelang itu
dari tangan Marsha dan memakaikannya ke pergelangan tangan Marsha. Mengaitkan
ujung gelang dengan ujungnya yang lain agar tidak terlepas dari tangan Marsha.
“nih lihat. Jadi ada kenangannya antara kita berdua,”
kata Dinar yang membariskan tangannya dengan tangan Marsha. Ternyata pergelangan
tangan Dinar juga dihiasi suatu gelang berbahan tali dianyam dan hiasan kunci
tergantung disana.
Melihat
Dinar dan kebaikannya yang tidak tahu sudah berapa kali membuat Marsha
tersenyum membuat Marsha tidak rela meninggalkan semua orang yang dia sayangi di
Jakarta ini.
“Nar...,” lirih Marsha sambil melihat Dinar. Dinar
juga melihat Marsha, lebih tepatnya melihat mata Marsha. Begitu juga dengan
Marsha yang melihat mata Dinar. Seperti mencari sesuatu alasan yang membuat
dirinya tidak jadi pergi ke L.A.
“hmm,” Dinar hanya bergeming mendengar suara Marsha
yang memanggil dirinya seperti itu.
“aku gak mau pergi,” suara Marsha semakin lirih
dengan kata pergi di akhir kalimatnya. Mau dikata apapun, Dinar untuk kali ini
hanya bisa menghela napas dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
“aku tahu, tetapi kalau kamu nanti tinggal di L.A.,
kamu bisa memiliki hidup yang lebih baik disana. Kamu juga ada sequel film yang
lagi kamu jalani disana, jadi kamu bisa ngelanjutin tanpa harus bolak-balik
Jakarta-Amerika. Kamu juga bisa sekolah disana juga, punya teman dari segala
macam negara, dan lain-lain-“
“kamu kenapa ngomongnya kayak Mama sih Nar?,” suara
Marsha mulai terdengar kesal dengan memotong perkataan Dinar. Mendengar perkataan
Dinar yang tidak ada sedikitpun kalimat yang menghalangi dirinya pergi.
“tapi emang iya kan? Itu bisa membuat kamu menggapai
cita-cita kamu selama ini Marsha,” Dinar mengerti apa mau Marsha sekarang,
tetapi dia tidak bisa melakukan apa yang dimau Marsha untuk saat ini.
“Dinaaaaar,” suara Marsha makin lirih, makin lirih
dengan air mata yang jatuh setetes dari matanya. Dinar langsung menghapus air
mata itu dari pipi Marsha dan sebentar meletakkan tangannya di pipi itu.
“kamu tahu kan kita udah sahabat dari kecil?,”
Marsha hanya mengangguk tanda iya untuk pertanyaan Dinar.
“kamu tahu kan kalau aku sayang sama kamu, begitu
juga sebaliknya?,” sekali lagi Marsha hanya menggangguk sambil menahan
tangisannya keluar.
“Aku juga sedih kamu pergi dan kita gak bisa main
sama-sama lagi, tapi kamu harus pergi ke L.A. buat kebaikan kamu Sha,” sedikit
elusan kecil dari jari Dinar untuk pipi Marsha agar Marsha sedikit tenang.
Marsha mulai menenangkan diri dan menghapus air matanya. Dirinya mulai
tersenyum walau sedikit pahit bila diartikan.
“Marsha,
ayo kita masuk sekarang. Sudah saatnya check-in,” suara Papa terdengar oleh
Marsha dan Dinar. Lalu mereka berdua saling melihat satu sama lain. Kini mereka
berdua hanya tersenyum seperti membuang beban yang menyesak didada mereka.
“ayo, its time to flight-,”
“without you,” Marsha menyambung kalimat Dinar dan
tersenyum kecil. Seperti ada goresan kecil di hati laki-laki itu, Dinar hanya tersenyum
masam sambil merangkul bahu gadis itu dan berjalan menghampiri keluarga mereka.
Sebelum
masuk kedalam ruangan check-in, mereka semua saling ber-say-good-bye dan
sedikit memberikan beberapa bingkisan. Ada saat dimana Leo melihat Dinar dan
Marsha saling mengucapkan selamat tinggal dan segala macamnya yang mereka
ucapkan, Leo menghampiri mereka berdua dan bermaksud ‘menjemput’ adik angkatnya
itu.
“well, its time to go,” kata Leo ketika menghampiri
Marsha dan Dinar. Marsha mengganggukkan ajakan Leo dan tersenyum tanda
perpisahan kepada Dinar.
“save flight ya,” kata Dinar sambil mengacak-ngacak
rambut Marsha. “save flight juga bro”
“sip,” kata Leo sambil menghampiri Dinar dan
berpelukan seperti sodara lama.
“jagain Marsha ya,” kata Dinar di sela berpelukan
mereka.
“saya pasti jagain Marsha buat kamu Nar,” kata Leo
dan melepas pelukannya dari Dinar. Dinar terpaku dengan perkataan Leo, dan
melihat senyum miring Leo yang bertanda ‘ini tugas gue sekarang’ atau ‘tenang
saja semua akan beres’.
Papa,
Susan, Leo dan Marsha memasukin ruangan check-in dan diiringi dengan lambaian
tangan para sahabat mereka diluar sana. Seiring dengan waktu, banyak hal yang akan
berubah diantara mereka semua. Hanya cinta dan kasih sayang, yang membuat
mereka tidak terpisah satu sama lain. Walaupun jarak yang memisahkan.
****************
================================================
BalasHapusS128 Live Chat
LIVECHATS128
178.128.118.38
Situs Poker Online Uang Asli
Situs Judi Online Uang Asli
================================================
Selamat datang di S128Cash Situs Betting Online Terbaik dan Terpopuler 2020.
BalasHapusDisini kami selalu mengutamakan Kenyamanan dan Kepuasan para member.
S128Cash juga menyediakan berbagai Bonus, seperti :
- BONUS NEW MEMBER 10%
- BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
- BONUS CASHBACK 10%
- BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!
Hanya dengan bermodal Rp 25.000,- Anda sudah bisa menikmati semua permainan yang tersedia, yaitu :
- Sportsbook
- Live Casion
- Sabung Ayam Online
- IDN Poker
- Slot Games Online
- Tembak Ikan Online
- Klik4D
Perlu Anda ketahaui S128Cash juga menyediakan deposit via PULSA, OVO dan GOPAY. Ini sangat membantu !!
Jadi apa lagi yang Anda tunggu? Segera daftarkan diri Anda bersama kami.
Hubungi kami :
- Livechat : Live Chat Judi Online
- WhatsApp : 081910053031
Link Alternatif :
- http://www.s128cash.biz
Judi Bola
Judi Bola 123