Sabtu, 05 Februari 2011

Lari dari Realita

Di sekolah yang masih sepi, aku berjalan sendiri di koridor sekolah. Di jam tangan ku masih menunjukan jam 06.00. ternyata masih sangat pagi. Pantas saja sekolah masih sangat sepi dan kelihatannya para petugas kebersihan masih membersihkan halaman sekolah.

Saat aku masuk kelas, ternyata sudah ada siswa lain. Ada yang sedang piket, ada yang sedang mengerjakan PR, dan ada juga yang ngobrol dengan temennya yang lain. Aku langsung duduk di tempat duduk ku yang terletak di bangku kedua, barisan kedua. Tempat yang strategis, tidak terlalu depan, dan juga tidak terlalu dekat guru.

“ Yansi, hari ini kamu piket kan?, piket gih, tar keburu bel” sahut koordinator kebersihan kepada ku secara tiba-tiba. Oh iya, hari ini aku piket. Aku langsung ambil sapu yang terletak di pojok kiri belakang dan langsung menyapu dari bagian belakang dulu.

Saat jam sudah menunjukan pukul 06.15, tugas piket ku sudah selesai. Aku langsung kembali ke tempat duduk ku. Dan beberapa menit kemudian, teman sebangkuku, Anita, sudah datang.
“hi, gimana kabar mu pagi ini?”, sapa Anita kepada ku.
“ lebih baik dari hari kemarin dong.”, jawab ku
“ oh iya, dah ngerjain PR belum?”, tanya nya kepada ku
“ udah, hari ini banyak banget ya PR nya”,kata ku

Dan saat itu lah, aku melihat wajah memelas Anita. Pasti deh...
“boleh liat gak?, plissssss”, katanya sambil memelas
“ iya, ambil aja di buku PR ku di tas”, kata yang memang sudah menduga kalau Anita pasti minta lihat PR ku. Hah..., aku sudah tau sifat Anita, maklum, dah dari kelas 4 SD sekelas mulu.

Oh iya, aku belom memperkenalkan diri, nama ku Arletha Yansi. Panggil saja aku Yansi. Aku sekolah di gedung yang sudah lumayan tua, di SMP Pelitan Indah.
Aku sekarang sudah kelas 9 sekarang. Dan prestasi ku juga lumayan bagus di sekolah ini.

Dan beberapa menit kemudian, ada salah satu siswa yang datang. Namanya Laura, dia adalah siswi tercantik se-angkatan ku. Walaupun cantik bagaikan malaikat, tapi sayang, hatinya tidak seperti malaikat. Dia terkenal sombong, angkuh , dan suka mengkritik siapa pun yang bisa di kritik. Mungkin dia sehari bisa mengkritik 500 orang ( maybe )

Saat Laura menuju bangkunya yang terletak di terletak di pojok kanan belakan, dia melihat keadaan bangkunya dahulu, dan saat itu juga, dia langsung ngomong dengan suara yang tegas dan lantang.
“ siapa yang piket hari ini ?!!”, tanya Laura kepada seisi kelas. Seisi kelas yang tadi nya berisik, menjadi terdiam dan mata mereka langsung tertuju pada Laura.

Sesaat, aku melihat sekeliling kelas, aku melihat anak yang seingat ku hari ini piket. Tapi ternyata, tidak terlihat sama sekali. Hanya aku yang ada di kelas. Ya ampun, di saat susah gini mereka semua pada kemana sih...
“ heh, liatin daftar piket”, seru Laura kepada salah seorang anak. Anak itu langsung melihat daftar piket dan menyebutkan nya.
“ yang piket hari senin....” kata anak itu berhenti” Abigail Laras, Achira Santi, Ahmad Darto, Alexander..”, lanjut anak itu dan berhenti kembali karena ada murid lagi yang baru datang.

Ternyata Alex yang baru datang. Ku lihat dia tampilnya sama seperti kemarin. Tampang nya seperti baru bangun tidur dan bajunya masih lecek. Tunggu sebentar..., tadi nama terakhir yang di sebut siapa?, Alexander. Tunggu, berarti itu nama nya Alex dong.

“itu Alex”, sahut seseorang siswa lain. Alex langsung terdiam.
“heh, kamu piketkan hari ini?”, tanya Laura kepada Alex
“iya, memangnya kenapa?”, tanya Alex balik.
“ sekarang, kamu bersihin bangku aku, karena ada serbuk rautan pensil di atasnya”, suruh Laura

Alex hanya terpaku, tetapi sesaat kemudian dia langsung menaruh tas nya di bangku nya yang terletak di belakang bangku-ku dan langsung menuju meja Laura untuk memebersihkan bangku Laura. Lalu, saat mau membuang serpihan rautan. Langkah nya terhenti dengan suara Laura
“ oh iya, satu lagi. Kamu langsung buang sampah ke pembuangan sampah akhir, baunya dah menyengat nih sejak aku datang”, kata Laura. Alex hanya pasrah dengan suruhan Laura.
“dasar, pada gak nyadar apa kalau tuh sampah baunya sampai kesini, pada tinggal di bantaran kali ya, dah terbiasa sama bau sampah”, kata Laura pelan, tapi masih bisa di dengar oleh seisi kelas. Siswa yang lain hanya cuek dengan kata-kata Laura, dan kembali dengan aktifitas semula.

Beberapa menit kemudian, Alex datang dengan tangan yang basah. Mungkin habis cuci tangan setelah buang sampah. Dia langsung menuju bangkunya. Setelah duduk, aku langsung menyapa Alex
“ hai”, sapa ku
“hai”, sapa Alex
“ eh tadi kamu gak sakit hati apa di suruh-suruh sama Laura?”, tanya ku kepada Alex
“ yah..., lumayan sih. Tapi namanya juga Laura, dah biasa. Lagi pula gw kan jadi gak usah piket lagi”, jawabnya

Aku hanya tertawa mendengar jawaban Alex. Gak ada anak cowok seperti Alex yang mau di suruh-suruh kayak Alex. Sabar banget..

Tepat pukul 06.30, bel pun berbunyi. Karena hari ini hari senin, jadi kami semua harus upacara bendera.
“ Yansi, yuk langsung ke lapangan”, ajak Anita yang sudah selesai dengan ‘copy-paste’ PR ku ke PR nya.
“ eh iya”, aku langsung mengambil topi di tasku.
Semenjak saat itu, aku mau menyadarkan Laura. Aku harus buat rencana..

**************

Banyak orang bilang sekolah itu membosankan, tapi aku tidak, karena disinilah aku punya teman dan menambah ilmu. Dan tidak terasa , ternyata sudah hari Jumat.

Semenjak kejadian senin lalu, semua anak kembali seperti biasa, tapi di benakku, ada sebuah rencana yang ingin ku lakukan kepada Laura, tapi selalu saja rencana itu terputus di jalan karena aku gak tau apa yang membuat Laura bisa sadar.




Saat ini aku lagi berada di kantin bersama Anita. Kami sedang makan bakso langganan kami berdua. Saat itu juga, ada insiden di saat kami sedang makan.
“aduh, kamu kalau jalan hati-hati dong, kamu tuh punya penyakit polio ya, jadi gak bisa berjalan dengan baik dan benar?”, kata seseorang yang kelihatannya suaranya tidak asing bagi ku.

Yap, benar. Itu suara Laura. Dia kelihatanya sedang ketumpahan minuman oleh seorang adik kelas. Bukan bajunya sih, tapi sepatunya!
“ma..maaf kak”, kata adik kelas itu sedikit terbata-bata
“maaf...maaf..., memangnya kata maaf bisa gantiin sepatu aku yang harganya 1 jutaan, hah!”

Lalu Laura meninggalkan anak itu. Anak itu langsung menangis sejadi-jadinya dan meninggal kan kantin. Aku ingin sekali mengejar anak itu, tapi aku di cegah oleh Anita.
“ sudahlah, tunggu dia tenang dulu”, kata Anita.
“kok Laura bisa kayak gitu sih”,kata ku
“ namanya juga Laura”, sahut Anita
“hah..gimana ya cara nyadarin dia?”
Anita hanya mengangkat bahunya tanda dia tidak tahu. Kami lalu kembali menyantap makanan kami masing-masing.

Lalu aku menyadari sesuatu.
“Nit, tadi si Laura ke kantin bareng siapa?”, tanyaku kepada Anita
“kayaknya sih enggak, memang nya ada apa?”, tanya Anita balik
“ selama ini dia punya temen gak di sini?”, tanya ku lagi kepada Anita.
“ gak tau, tapi paling di pikiran dia semua orang mengagumi dia dan banyak yang mau jadi temen nya dia”, jawab Anita
“ itu dia masalahnya”, kata ku sambil menjentikkan jari ku
“ apa masalahnya?”, tanya Anita
“ dia itu jadi merasa berkuasa di sini dan merasa famous karena dia berfikir kalau dia punya banyak teman”, jawab ku dengan cepat.
Aku sampai ambil nafas dalam-dalam.
“trus, gimana caranya biar Laura sadar?”, tanya Anita
“ tenang, aku punya ide yang mungkin bagus”, kata ku sambil kembali menyantap makananku kembali.
Anita masih bingung, tapi dia langsung kembali melanjutkan makannya.

*********************
Hari senin kemudian, aku sudah duduk manis di tempat dudukku. Aku juga sudah selesai dengan tugas piket ku. Semua anak yang lain juga edang ngobrol dengan temannya. Maklum, masih pagi.

Dan sesaat kemudian, Laura datang. Dia langsung menuju ke tempat duduk nya. Seperti biasa, dia melihat kondid tempat duduk nya. Dan saat itu juga...
“ eh, kok yang piket gak bersihin tempat aku sih?”, kata Laura dengan nada yang keras. Semua anak yang berada di kelas masih pada berisik. Laura lalu berbicara kembali dengan suara yang keras
“ eh, kok pada gak dengerin aku sih?”, kata Laura
Dan saat itu juga, Koordinasi kebersihan berbicara kepada Laura.
“ kamu bersihin sendiri dong. Kan kamu piket hari ini”
“ apa?!, aku gak piket hari ini”, kata Laura. Aku gak yakin kalau dia tahu jadwal piket nya. Toh, dia jarang piket. Malah tidak pernah.

“ nama kamu kan Artika Laura, namamu kan berinisial A, jadi kamu piket hari ini”, kata anak yang ada di depan Laura

Laura hanya tercengang dengan perkataan anak itu.
“ enak aja, kamu dong yang bersihin”, suruh Laura kepada anak itu
“ ya enggak lah, aku kan piket hari Selasa”
“kamu dong”, kata Laura kepada anak satunya lagi
“ aku piket hari Jumat”, kata anak itu jutek

Laura hanya pasrah, dia langsung membersihkan bangkunya yang masih kotor. Setelah selesai, Laura langsung duduk di tempatnya. Aku melihat, sesaat dia melihat kukunya terlebih dahulu. Oh, ternyata dia takut kalau kukunya kotor.

Laura lalu langsung mengambil buku PR nya. Lalu dia meminta buku PR kepada anak yang ada di depan nya lagi.
“ eh, minjam buku PR kamu dong”, kata Laura kepada anak itu.
“ gak, kerjain sendiri dong”, kata anak itu dengan suara yang sedikit merendah.





Laura menjadi geram, dia langsung merebut buku PR anak itu.
“eh, apa-apaan sih?”, sahut anak itu
“ Aku mau minjam”
“gak boleh”, kata anak itu sambil berusaha mengambil buku PR nya
“ pinkemin gak, atau...” ,kata-kata Laura terhenti karena ada Bu Rose. Guru BK.
“ Laura, cepat ke kantor Ibu”, suruh Bu Rose
“ tapi bu..”, kata Laura terbata
“ cepat!!”, sahut Bu Rose yang sedikit membuat telinga ku menggelitik.

Laura sambil cemberut langsung berjalan menuju pintu. Anak-anak langsung pada menyoraki Laura. Aku sedikit tersenyum, apakah rencana ku untuk menyadari dia berhasil?
“Yan, menurut kamu, Laura di apain ya di ruang BK?”, kata Alex yang ada di belakangku. Aku hanya mengangkat bahu ku tanda tidak tahu.

Beberapa menit kemudian. Bel pun berbunyi. Seperti biasa, sebelum memulai pelajaran, kita upacara terlebih dahulu dulu. Aku langsung mengambil topi ku di tas. Dan saat itu juga, Anita baru datang. Ku pikir dia tidak masuk hari ini.
“ aduh.. tungguin aku dong”
“ ya udah, cepetan”, kataku.

Setelah itu, kami berdua langsung menuju lapangan. Aku menceritakan semua kejadian tadi kepada Anita sepanjang perjalanan menuju lapangan.

*******************

Saat pelajaraan kedua, Laura baru datang, dia terlihat sangat lesu. Dia langsung menuju tempat duduk nya. Aku langsung menuju bangku Laura.
“hai”, sapa ku
“ hai”, sapanya balik
“ tadi kenapa di panggil?”, tanyaku kepada nya.
“ yaak, tadi aku denger laporan kalau aku katanya suka sok ngatur di kelas”
“ hmm, kalau boleh jujur. Kamu memang selama ini bersikap seperti itu di kelas”, kata ku dengan sejujurnya

Laura hanya menganggapi perkataan ku dengan anggukan. Sesaat, aku melihatn nya mau menangis, tapi sesaat itu juga, dia langsung mengusap matanya.
“ maafin aku ya.., selama ini aku bersikap gak baik sama kamu”, katanya sambil menahan tangisan nya
“ iya, gak papa kali, lagi pula selama ini buka aku yang sering kamu jahatin, tapi, yang suka kamu suruh-suruh, trus yang suka kamu marahin, kayak adik kelas yang kemarin”, kata ku sambil menenangkan Laura. Aku langsung merangkul nya.

“ kamu selama ini suka mengkritik orang dengan kata-kata yang gak baik. Iya sih boleh kita mengkritik, tapi dangan bahasa yang halus, bukan dengan cara kritik sekaligus ngejek. Lagipula, kamu juga harus sadar, kalau kamu juga punya kekurangan”, kata ku sambil menasihatinya
“ apa kekurangan aku?, aku rasa aku gak punya kekurangan”, kata Laura tersendat-sendat
“ ya pasti punya lah, gak ada yang sempurna di dunia ini, lagi pula kamu juga sering nyontek buku PR teman yang lain kan, nah itu lah kekurangan kamu. Seharusnya kamu bersyukur kalau kamu di kasih lihat. Kamu seharus nya jangan lari dari realita kamu yang memang punya kekurangan. Memang, seharusnya kita lebih memikirkan kelebihan kita, tapi bukan dengan cara angkuh atau sombong”, kata ku panjang lebar. Sumpah, itu kata-kata aku keluarin dari hati langsung, gak di karang ataupun di atur sejak lama.

“ yaa. Sekarang aku sadar, kalau aku seharusnya gak boleh sombong”, kata Laura sambil berhenti nangis.

Aku melihat sekelilingku, anak- anak pada melihat kepada kami berdua, mereka semua mengacungkan jempol kepadaku. Aku langsung membalasnya dengan mengacungkan jempol balik.

Setelah itu, guru pun datang. Aku langsung kembali ke tempat ku lagi. Dan saat itu lah, semua telah berubah menjadi lebih baik.

‘THE END’

Pesan: kita tidak boleh mengkritik orang dengan kata-kata yang tak
baik. Ingan, kita tidak boleh lari dari realita kalau kita juga
punya kelemahan. Malah kalau lebih parah, kita mengkritik orang tapi sifat
kita lebih parah dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar